IKLAN

Sabtu, 26 Juli 2014

KERA BERMULUT HARIMAU

KERA BERMULUT HARIMAU
                Seekor kera tinggal sendiri di atas pohon di dekat sebuah tepian danau. Dia menganggap pohon tempat tinggalnya itu miliknya sehingga kera-kera lain tidak diizinkan tinggal disana. Tepian danau itu pun dianggap miliknya.
                Ada seekor itik yang selalu pergi ke tepi danau itu. Dia senang mandi sepuas-puasnya setelah selesai mencari makan hingga perutnya kenyang. Pada mulanya, kera membiarkan itik itu mandi di tepi danau itu. Akan tetapi, ketika dia melihat air di tepian menjadi keruh setiap kali itik selesai mandi, maka dia pun marah.
                “Cih, tak tahu malu, mandi di tepian orang lain!” maki kera kepada itik yangbaru saja selesai mandi. “Bercerminlah dirimu yang buruk rupa itu! Paruhmu terlalu lebar. Matamu sipit seperti kutu busuk! Jari-jarimu berselaput jadi satu! Enyahlah kau, itik jelek!”
                Itik malu dan sakit hati dicemooh seperti itu. Itik ingin sekali menantang kera untuk berkelahi. Akan tetapi, dia takut dikalahkan oleh kera yang sebesar itu. Dia pun menangis sepanjang jalan menumpahkan kekesalan dan kejengkelannya.
                Seekor induk pipit yang sedang member makan anak-anaknya terkejut. Dia melongokkan kepala dari sarangnya yang tinggi diatas pohon.
                “Hai itik yang baik, mengapa engkau menangis sepanjang jalan? Beri tahu kepadaku apa sebabnya. Mungkin aku dapat menolongmu!”
                “Kera besar di atas pohon di tepi danau itu menghinaku!” jawab itik.”Aku malu sekali! Itu sebabnya aku menangis!” Itik itu menangis kembali.
                “Ooo begitu! Apa saja yang dikatakannya?”
                Itik menceritakan kembali semua caci maki yang diucapkan kera. Mendengar penjelasan itik, induk pipit segera berkata, “Berhentilah menangis, itik yang baik! Besok kembalilah ke sana dan mandilah sepuasmu!”
                “Aku takut! Aku malu dimaki kera itu lagi!”
                “Jangan takut, itik yang baik! Kalau kera itu memakimu, balaslah! Sebutlah segala keburukannya!” Induk pipit pun mengajari itik membalas cemoohan kera.
                “Terima kasih! Besok aku akan mandi lagi ke tepian dan nasihatmu akan kuturuti!”
                Dengan perasaan tenang, itik kembali ke rumah. Kekesalannya agak terhibur dengan nasihat induk pipit. “Esok tahu rasa kau, hai kera yang sombong!” katanya dalam hati sambil tersenyum seorang diri.
                Keesokan harinya, itik itu mandi sepuas-puasnya di tepian seperti biasa. Bukan main marahnya kera menyaksikan itik mengeruhkan air di tepian itu lagi. “Hei, berhenti! Apakah engkau tetap tak punya rasa malu? Jeritnya dari atas dahan.
                Itik pura-pura tidak mendengar jeritan itu. Dia terus mandi dan mengepak-ngepakkan sayapnya. Setelah puas, barulah dia naik ke tebing dan siap pulang ke rumah. Seperti kemarin, kera kembali mencaci maki sepuas-puasnya. Dengan tenang itik mendengarkan. Setelah kera puas mengungkapkan keburukan dan kejelekannya, itik pun membalas, “Apakah engkau merasa cantik? Berkacalah di muka air di tepian itu! Tubuhmu ditumbuhi bulu-bulu kasar! Kepalamu seperti batok kelapa lusuh. Telapak tanganmu hitam kotor! Kuku-kukumu.”
                Belum selesai itik membalas caciannya, kera itu segera memotong, “Lancang sekali mulutmu! Tentu ada binatang lain yang member tahu kepada kamu!”
                “Tentu saja, hai kera angkuh! Tidak jauh dari sini seekor induk pipit membuat sarang. Dialah yang mengajariku!”
                “Kurang ajar! Aku akan datang ke sarangnya!”
                Itik bergegas pulang ke rumahnya. Dia memberitahu induk pipit tentang niat busuk kera sombong itu.
                “Alangkah bodohnya engkau!” kata induk pipit dengan kesal. “Seharusnya tidak kau sebutkan siapa yang mengajarimu! Rupamu bukan hanya jelek, tapi engkau pun tolol!”
                Belum sempat induk pipit bersiap-siap mengungsi, kera sudah mendatangi sarangnya dan langsung menerkamnya. Akan tetapi, dengan sigap induk pipit itu terbang. Sayang, anak pipit tidak sempat dibawa untuk menyelamatkan diri. Dengan kejengkelan luar biasa kera memasukkan anak pipit itu ke dalam mulutnya. Sarang pipit diacak-acaknya. Kemudian dia duduk di atas pohon itu menanti induk pipit kembali ke sarang untuk menjemput anaknya. Pada saat itulah, induk pipit akan diterkamnya.
                Anak pipit sedih berada dalam kegelapan karena kera selalu mengatupkan mulutnya.  Kera takut anak pipit itu terbang. Dalam keadaan seperti itu, anak pipit mengeluh seorang diri. Setiap keluhannya dijawab kera dengan gumaman. Anak pipit, “Apakah Ibuku sudah datang?”
                “Mmm-mmm…”
                “Apakah Ibuku sudah mandi?”
                “Mmm-mmm…”
                “Apakah Bapak dan Ibu sudah tidur?”
                “Ha-ha-ha-ha-ha….!” Kera tidak dapat menahan geli. Dia tertawa mengakak hingga mulutnya terbuka lebar. Anak pipit tidak melewatkan kesempatan baik itu. Dia terbang mencari induknya.
                “Kurang ajar!” kera menyumpah sejadi-jadinya. Dia merasa tertipu. Apalagi anak pipit itu meninggalkan sesuatu di dalam mulutnya. Di ujung  lidahnya ada kotoran anak pipit. Kera benar-benar merasa kalah. Bukan saja Karena ditinggalkan anak-beranak itu, melainkan karena mendapat kotoran anak pipit.
                Kera marah bukan main. Akal sehatnya hilang. Dia mencari sembilu yang tajam dan kotoran anak pipit itu bukan dikaisnya dengan sembilu, melainkan lidahnya yang dipotong. Darah pun tak henti-hentinya mengalir dari lidahnya. Dia menggelepar-gelepar kesakitan, lalu jatuh dari dahan dan mati seketika. Tamatlah riwayat kera besar yang sombong itu.



                Mulutmu Harimaumu. Lidah tak ubahnya pisau tajam bermata dua. Ketajamannya dapat menyakiti orang lain, sekaligus menyakiti diri sendiri dengan sama perihnya. Berhati-hatilah dalam berbicara dan bersikap  pada orang lain. Sebab, bukan tidak mungkin diri Anda sendiri dan orang-orang dekat (rekan, keluarga atau karyawan) akan menjadi korban. Dan juga bukan tidak mungkin, bisnis atau usaha yang Anda bangun dengan gigih juga akan ikut hancur bersamanya.

                Serakah adalah sikap yang tidak terpuji. Memupuk kekayaan dengan segala keserakahan membawa Anda jauh dari kedamaian. Berbagilah dengan mereka yang kekurangan, hal itu akan lebih membahagiakan diri , Anda juga merasa benar-benar sukses karena telah memanfaatkan kekayaan finansial dengan cara yang membahagiakan. Kekayaan finansial bukanlah tujuan akhir kesuksesan. Maknailah kesuksesan Anda secara benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar