Tidak ada gunanya menyombongkan diri. Sebab, sifat sombong dapat
mencelakakan diri kita sendiri.
Jadilah
orang yang rendah diri walaupun memiliki kemampuan lebih dari orang lain.
-
Anonymous -
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat
Zaman dahulu, di daerah Banding
Agung, Sumatera Selatan, hiduplah dua jawara yang gagah perkasa.
Mereka sangat dikenal oleh
masyarakat Banding Agung dan disegani lawan-lawannya.
Kedua pendekar itu memiliki julukan
si Pahit Lidah dan si Mata Empat.
Suatu hari, si Pahit Lidah datang
menemui si Mata Empat.
Ia berkata, ”Hai, Mata Empat,
kudengar kau sangat sakti. Tapi, kurasa kesaktianmu tidaklah sebanding
denganku.”
Merasa diremehkan oleh si Pahit
Lidah, si Mata Empat pun berkata, ”Apa maksudmu?” kau pikir sehebat apa dirimu?
Untuk membuktikan siapa yang paling
sakti diantara kita, ayo kita adu kesaktian!”
“Baiklah, aku terima tantanganmu.
Masing-masing dari kita nanti harus melungkup dibawah pohon bunga aren.
Kemudian, bunga aren itu dipotong.
Siapa yang bisa menghindar dari bunga aren tersebut, dialah yang menang,” jelas
si Pahit Lidah menantang.
Sesuai dengan namanya, si Mata Empat
memiliki empat mata, yaitu dua di depan dan dua di belakang (kepalanya).
Dengan gesit, si Pahit lidah
memanjat pohon aren dan berhasil memotong bunganya.
Sementara si Mata Empat
menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon tersebut.
Dibantu oleh kedua matanya yang
terletak di belakang kepala, si Mata Empat pun berhasil menghindari bunga aren
yang telah dipotong
dari pohonnya oleh si Pahit Lidah.
Selamatlah si Mata Empat.
Kini, giliran si Mata Empat untuk
memanjat pohon aren. Sedangkan, si Pahit Lidah menelungkupkan badannya dibawah
rumpun pohon tersebut.
Tidak kalah gesitnya si Mata Empat
memanjat. Setelah sampai di atas, ia memotong bunga aren.
Dengan cepat, bunga aren tersebut
meluncur kebawah.
Si Pahit Lidah yang tidak mengetahui
bunga aren itu telah dipotong, hanya menelungkup tanpa menghindar.
Akibatnya, tubuh si Pahit Lidah
terkena hujaman bunga aren. Seketika itu juga ia tewas.
Melihat kematian si Pahit Lidah,
hati si Mata Empat menjadi puas. Kini, dialah yang paling sakti diantara jawara
yang lain.
Namun, di balik rasa puasnya, si
Mata Empat masih merasa penasaran tentang nama si Pahit Lidah.
“Dia pikir di itu hebat?”ucap Mata
Empat sambil melihat kearah mayit Pahit Lidah.
“Tapi, mengapa dia dipanggil si
Pahit Lidah? Apakah lidahnya benar-benar pahit?” pikir si Mata Empat.
Karena Penasaran, si Mata Empat pun
menghampiri mayat si Pahit Lidah. Setelah itu, dibukalah mulut si Pahit Lidah.
Setelah dilihat-lihat dengan teliti,
ternyata lidah milik si Pahit Lidah tidak jauh berbeda dengan lidah miliknya.
“Benarkah lidahnya pahit?” tanya si
Mata Empat dalam hati sambil menempelkan telunjuknya ke lidah si pahit lidah.
Kemudian, ia kecap jari telunjuknya
yang telah terkena liur si Pahit Lidah itu kelidahnya.
”Memang terasa sangat pahit,”
ujarnya kembali ke dalam hati.
Akan tetapi, ia tidak mengetahui
bahwa rasa pahit itu adalah racun yang berada di lidah si Pahit Lidah.
Akibatnya, si Mata Empat pun tewas.
Kini, tidak ada lagi jawara yang
terkenal saat itu. Mereka tewas akibat kesombongannya sendiri.
Mayat si Mata Empat dan si Pahit
Lidah pun dimakamkan di tepi Danau Ranau.
- Cerita Rakyat -
Sukses untuk Anda
Corporate
Learning Center
Tidak ada komentar:
Posting Komentar